Jumat, 26 Agustus 2016

Untuk Din

Din, ingatkah kau saat kita berusaha mengeja tawa dalam hentakan bola basket yang memantul-mantul di jalan kecil beraspal? Disana kita habiskan kala bersama dengan sepeda ungu berkeranjang sebagai ring basketnya.
Din, masihkah kau ingat saat kita terjang barisan prajurit hujan di jalan penuh pohon mangga di tepi jalan. Sambil menunggu di antara mereka tergeletak di aspal dingin.
Din, aku masih ingat betul senyummu yang menguntai di setiap jengkal hari-hariku. Aku masih ingat saat melempar sepatu teman jahil kita di atas atap kelas untukmu. Berkelahi untuk memberi keadilan untukmu.
Din, aku beruntung kau pernah hiasi lembaran kisah masa-masa kecil hingga remajaku.
Din, aku rindu. Tapi rinduku hanya akan menguap oleh panas-panas rindu yang terkungkung dalam kotak rindu yang tak akan tersalur. Banyak yang serupa wajahmu. Tapi aku tak temukan dirimu di antara mereka. Aku rindu.

Pertama kali di poskan di FB Devie Apriliana Permata pada 7 Mei 2014

Selasa, 22 April 2014

NELAYANG SANGIHE Karya J.E. Tatengkeng



NELAYANG SANGIHE
 Karya J.E. Tatengkeng
(1907-1968)
Di lengkung langit berhias bintang
Caya bulan di ombak menitik
Embun berdikit turun merintik
Engkau menantikan ikan datang.

Mengapa termenung
Apakah direnung
Mengapa lagumu tersayup-sayup
Ah, mengapa termenung
Mengapa kau pandang ke kaki gunung.

O, ku mengerti
Kulihat di sana setitik api
Itukah menarik matamu ke tepi
Mengharu hati?

O, kulihat tali,
Yang tak terpandang oleh mata
Menghubung hati
Kalbu nelayang di laut bercinta.

Rindu Dendam

Sumber : Effendi, Drs. S. 1974. Bimbingan Apresiasi Puisi. Ende: Penerbit Nusa Indah.

Rabu, 01 Januari 2014

Serenada Violet (karya WS Rendra)

Serenada Violet
karya WS Rendra

Lalu terdengarlah suara
dibalik semak itu
sedang bulan merah mabuk
dan angin dari selatan.
Lalu terbawa bauan sedap
bersama dengan desahan lembut
sedang serangga bersiuran
di dalam bayangan gelap.
Tujuh pasang mata peri
terpejam di pepohonan.
Dengan suara lembut aneh
dan bau sedap dari jauhan
datanglah fantasi malam.
Lalu terdengarlah suara
di balik semak itu
pucuk rumput bergetaran
kali mengalir tanpa sadar.
Sebuah pasangan mata
telah dikawinkan bulan

(dari Kumpulan Puisi Empat Kumpulan Sajak); hal 20

Rendra, WS.1990. Empat Kumpulan Sajak. Jakarta:...

Senja di Pelabuhan Kecil (karya Chairil Anwar)

Senja di Pelabuhan Kecil
(buat Sri Ayati)

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut,
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut.

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini, tanah, air tidur, hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekeli tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa
terdekap
(Chairil Anwar, 1946)



Kasnadi, S. d. (2009). Menulis Kreatif: Kiat Cepat Menulis Puisi dan Cerpen (Edisi Revisi). Yogyakarta: Pustaka Felicha.

Senin, 30 Desember 2013

MEMOAR



MEMOAR
Oleh: Apriliana Permata

Duhai bulan penjaga malam
Mata sayu itu memandang menerawang ke langit senja
Mengingatkan aku akan kenangan satu tahun lalu
Masihkah kau ingat
Gurat senyum diwajahmu tak mampu kuhapus dari keningku
Kita terduduk dikala senja
Sambil mengucap ribuan mantra
Yang tersimpan diantara bayangan cinta
Dan kau melangkahkan kaki mungilmu telusuri jalan senja 
Seketika sirna
Bersama bulan dan gulita
Hilang asaku tersapu ombak di tepi jalan
Menapaki liang-liang bebatuan
Diantara rintik-rintik hujan hangat.

Jeritan Alam dan Manusia



Jeritan  Alam dan Manusia
oleh: Apriliana Permata

Apakah ini akhir dunia yang kami huni?
Mereka manusia-manusia ribut
Tak perduli sesama anak negeri
Yang terpikir hanya korup dan rebut kursi

Hingar-bingar kota terasa berteriak-teriak meminta berhenti
Alam pun ikut berdemo menentang kejadian ini

Bumi berkata
masih adakah manusia yang perduli padaku?
Kutumpahkan lahar di Jogja
Kuhempaskan banjir di ujung Jawa
Segala pertanda telah aku beri
Tapi kamu tak perduli

Kekayaanku telah kau rampas
Hutanku telah kau gunduli
Lautku telah kau rusak
Udara juga telah kau cemari polusi

Lindungi aku agar dapat bertahan
Dapat berikan nafas kehidupan
Untukmu…. Manusia
Lindungi aku, jangan rampas hak milikku

TUHAN! Marahkah kau pada kami?
Atas semua yang kami perbuat
Tuhan, Engkau Yang Maha Perkasa
Izinkan kami songsong mentari di esok pagi

Minggu, 25 November 2012

KEPADA PEMINTA-MINTA (karya Chairil Anwar)

KEPADA PEMINTA-MINTA
KARYA CHAIRIL ANWAR


Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menjerahkan diri dan segala dosa
Tapi djangan tantang lagi aku
Nanti darahku djadi beku

Djangan lagi kamu bertjerita
Sudah tertjatjar semua dimuka
Nanah meleleh dari muka
Sambil berdjalan kau usap djuga

Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebah

Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku dibumi keras
Dibibiku terasa pedas
Mengaum ditelingaku

Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menjerahkan diri dan segala dosa
Tapi djangan tantang lagi aku
Nanti darahku djadi beku




Referensi:
Jassin, H.B (1954). Kesusastraan Indonesia Modern Dalam Kritik Dan Essay. Djakarta: Penerbit Gunung Agung.